PERINTAH BERDAKWAH DAN PERINTAH SABAR DALAM MENGHADAPI MASALAH (QS. AN-NAHL : 125 – 128)

125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[*] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
126. Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu[**]. akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
127. Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.

[*] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
[**] Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.

Allah memerintahkan RasulNya Muhammad untuk menyeru manusia ke jalan Allah dengan hikmah.

Berkata Ibnu Jarir, “berdakwah dengan hikmah artinya berdakwah dengan bersandar pada apa yang diturunkan Allah yaitu Al-Qur’an dan Sunnah”.
Untuk menyeru kepada kebenaran Islam, kepada jalan Allah mestilah dengan cara yang benar seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah ketika melaksanakan perintah ini. Jika kita berharap bahwa dakwah kita bernilai ibadah, maka mestilah dakwah itu tidak menyimpang dari contoh pelaksanaan Nabi dan para sahabat. Begitu pula dalam menghadapi bantahan atau sanggahan dari ahlul kitab, mestilah dengan yang lebih baik kecuali orang yang dholim di antara mereka.

Allah memerintahkan Rasulnya untuk berlemah lembut dalam berdakwah sebagaimana Allah memerintah Musa dan Harun AS. dalam mendakwahi Fir’aun. Musa yang lari dari fir’aun, setelah melalui masa pelariannya selama 10 tahun hingga menikah dengan salah seorang anak gembala domba, Allah perintahkan datang kembali menemui Fir’aun di istananya, tempat ia pernah tumbuh dan dibesarkan. Meski demikian, dalam sebuah riwayat dikatakan, Musa as perlu waktu bersabar selama dua tahun bolak balik didepan pintu istana, barulah dapat menemui Fir’aun dan menyampaikan misi yang di emban dari Allah.

Allah berfirman Fa quulaa lahuu qowlan layyinan ….( maka katakanlah kepadanya (Fir’aun) kata-kata yang lemah lembut, semoga dia menjadi ingat atau menjadi takut kepada Allah.

Berdakwah, menyambaikan kebenaran dengan lemah lembut, tidaklah mudah. Apalagi orang yang didakwahi lantas menunjukkan sikap penentangan dan kesombongan. Apalagi yang yang sudah jelas jelas apriori terahadap dakwah yang kita sampaikan, yang meletakkan jemarinya di telinganya atau menutup kepala dengan selimutnya, atau langsung memalingkan muka ketika mendengar dakwah. Terhadap mereka yang masih mau mendengar dakwah saja, adakalanya kita kurang dapat mengendalikan emosi.

Seorang sahabat datang menemui Muawiyah di istana kehkalifahannya lalu berkata dengan suara lantang: “Wahai Mua’awiyah, dengarlah baik-baik, aku akan mengatakan kepadamuy perkataan yang keras dan tajam”.

Kholifah mu’awiyah menyela: Silahkan duduk wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Allah mengutus Musa kepada Fir’aun seraya berfirman ‘maka katakanlah kepadanya perkataan yang lemah lembut…’ wahai saudaraku, sesungguhnya aku ini tidaklah lebih buruk dari Fir’aun dan engkau tidaklah lebih baik dari Musa….”.

Adapun firman Allah ….. “Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Maksudnya : Tugas da’i adalah sekedar menyampaikan sebagai pelepas tanggung jawab dalam rangka ibadah melaksanakan taat kepada Allah. Urusan hidayah adalah hak preoregatif Allah.

Dalam perjalanan da’wah kaum Muslimin pasti akan menghadapi aral rintangan yang menyakitkan, yang secara langsung maupun tidak langsung akan menyimpan dendam dan keinginan membalas sakit hati terhadap musuh-musuh mereka. Agar mereka terjaga dari perilaku yang biadab dan tindakan yang tidak manusiawi, maka Allah SWT menurunkan ayat berikutnya yaitu firman Allah.
“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”. 126.
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Atho’ bin Yasar berkata: semua surat An-Nahal turun di Mekkah kecuali 3 ayat ini yang turun di Madinah setelah perang Uhud, ketika terbunuhnya Hamzah RA, sementara musuh telah melakukan mutilasi terhadap jasad beliau rodhiallau anhu. Maka Rasulullah bersabda “sekiranya Allah memberiku kemenangan, maka aku akan melakukan yang seperti ini terhadap 30 orang dari mereka”, ketika kaum Muslimin mendengarkan hal ini merekapun berkata: “demi Allah kami pun akan melakukan yang lebih dari ini terhadap musuh ”. Maka Allah turunkan ayat ini sebagai teguran terhadap Rasul dan para sahabat. Bahkan lebih dari itu apabila mereka bersabar maka itu adalah lebih baik bagi mereka.

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW berdiri di hadapan jasad Hamzah bin Abdul Muthalib RA ketika hari syahidnya, beliau melihat pemandangan yang tidak pernah terlintas sebelumnya, yang begitu menyayat hati, beliau melihatnya dalam keadaan tercincang-cincang, maka beliau bersabda: “semoga Allah merahmatimu wahai pamanku, sepanjang yang aku ketahui engkau senantiasa menjalin kasih sayang terhadap sesama, senantiasa bersegera berbuat kebaikan. Demi Allah, sekiranya aku tidak khawatir akan membuat sedih orang-orang yang ada di belakangmu, maka pastilah aku akan meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini hingga Allah membangkitkanmu dari perut-perut binatang buas. Demi Allah aku akan membalaskan bagimu dengan mencincang 70 orang dari pihak musuh seperti yang mereka lakukan padamu”. Ketika itu turunlah jibril dengan membawa tiga ayat ini,
126. Dan jika kamu membalas, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.
127. Bersabarlah (hai Muhammad) dan Tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap tindakan (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
Setelah itu beliaupun membatalkan sumpahnya dengan berpuasa 3 hari sebagai kafaratnya.
Ayat ini juga memberi pelajaran kepada kaum muslimin secara umum agar dapat menahan diri dan tidak mengikuti nafsu hedonisme, agar bersabar dengan berharap pertolongan Allah. Biarlah orang kafir saja yang melakukan tindakan yang biadab itu, adapun orang yang beriman, cukuplah Allah yang memberi balasan dan ganjarannya. Jangan bersempit dada, karena Allah bersama orang yang bertaqwa dan berbuat kebaikan. Lupakanlah keburukan sebisa mungkin, karena hal itu akan dapat meringankan beban.
Dalam sebuah kisah disebutkan, ada seorang yang sedang berjalan di padang pasir, tiba-tiba seseorang memukulnya, dia lantas menuliskan peristiwa itu di atas pasir. Pada saat yang lain setelah berlalu sekian lama, dia hampir saja tenggelam, ternyata yang menyelamatkannya adalah orang yang memukulnya itu, lantas ia menuliskan peristiwa itu di atas batu. Ketika ditanya, dia menjawab: “peristiwa pertama tadi merupakan suatu keburukan, maka aku menulisnya di atas pasir agar segera hilang bersama tiupan angin. Adapun yang kedua adalah suatu kebaikan, maka aku menuliskannya di atas batu agar kukenang abadi selamanya”.
Allah berfirman:

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah*, karena Dia (Allah) akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, Maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, Maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. ” QS. Al-Jatsiyah :14-15

* Yang dimaksud hari-hari Allah ialah hari-hari di waktu Allah menimpakan siksaan-siksaan kepada mereka.

Lihat Rasulullah Sang Panglima Halaman 288
Lihat QS. 2 : 272, 28 : 56,85 16 :37, 42 : 15,
QS. 29 : 46, Qs. 22 : 68, 3 : 159